Oleh SBS Valid
Pada 21 November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik di Gaza yang berlangsung dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024.
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza memuncak setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel. Sebagai respons, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran ke wilayah Gaza, yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Menurut Kementerian Kesehatan Hamas di Gaza, setidaknya 44.056 orang tewas dalam lebih dari 13 bulan perang antara Israel dan militan Palestina.
Tuduhan ICC terhadap Netanyahu dan Gallant
ICC menuduh Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas:
Kejahatan Perang: Menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan dengan secara sengaja menghalangi akses penduduk sipil Gaza terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik. Tindakan ini menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk menyebabkan kehancuran sebagian dari populasi sipil di Gaza, mengakibatkan kematian warga sipil, termasuk anak-anak, akibat kekurangan gizi dan dehidrasi.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan: Pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan terhadap penduduk sipil di Gaza. ICC menemukan alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan ini.
Implikasi Surat Perintah Penangkapan
Dengan dikeluarkannya surat perintah penangkapan ini, Netanyahu dan Gallant menjadi buronan di 124 negara anggota ICC. Negara-negara tersebut berkewajiban untuk menangkap mereka jika memasuki wilayahnya. Meskipun Israel bukan anggota ICC dan tidak mengakui yurisdiksinya, pergerakan internasional Netanyahu dan Gallant kini terbatas, karena risiko penangkapan di negara anggota ICC.
Reaksi Internasional
Pemerintah Israel, melalui pernyataan resmi, menolak tuduhan ICC. Netanyahu menyatakan bahwa Israel "menolak dengan jijik tindakan dan tuduhan yang absurd dan palsu yang dibuat terhadapnya."
Beberapa negara anggota ICC telah menyatakan kesiapannya untuk mematuhi kewajiban mereka. Misalnya, Italia menyatakan akan menangkap Netanyahu jika ia memasuki wilayahnya, sesuai dengan kewajiban sebagai anggota ICC.
Respons Pemerintah Indonesia
Indonesia, sebagai anggota ICC, memiliki kewajiban hukum untuk menangkap individu yang menjadi subjek surat perintah penangkapan ICC jika mereka memasuki wilayah Indonesia. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia mengenai langkah konkret yang akan diambil terkait status Netanyahu sebagai buronan ICC.
Dampak terhadap Situasi di Timur Tengah
Keputusan ICC ini menambah kompleksitas situasi politik dan keamanan di Timur Tengah. Beberapa analis berpendapat bahwa langkah ini dapat meningkatkan tekanan internasional terhadap Israel untuk meninjau kembali kebijakan militernya di wilayah pendudukan. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa tindakan ini dapat memperburuk ketegangan dan menghambat upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Baca juga:
- Analisis: Akibat Jika Wakil Presiden Berkhianat terhadap Presiden di Indonesia
- Dampak Positif dan Negatif Terhadap Negara dan Bangsa Jika Politik Wakil Presiden Tidak Sejalan dengan Politik Presiden di Indonesia
- Gaya Kepemimpinan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen dalam Memimpin Jawa Tengah ke Depan
- Hamas vs. Israel: Sejarah, Konteks, dan Dinamika Konflik
- Mengapa Kenaikan Gaji Guru Selalu Menjadi Komoditas Berita Publik, Sementara Profesi Lain Tidak Diusik?
- Menilik Gaya Kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno dalam Memimpin Jakarta ke Depan
Kesimpulan
Surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant merupakan langkah hukum yang signifikan dalam upaya menegakkan akuntabilitas atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Meskipun demikian, implementasi surat perintah ini menghadapi tantangan diplomatik dan politik, mengingat posisi Israel yang tidak mengakui yurisdiksi ICC dan dinamika hubungan internasional yang kompleks.
Comments
Post a Comment