Sikap Kim Jong Un terhadap Islam di Korea Utara



Oleh: SBS Valid

Korea Utara, atau yang secara resmi dikenal sebagai Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), adalah sebuah negara yang dikenal dengan sistem pemerintahan yang sangat tertutup dan otoriter, di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, yang merupakan pemimpin ketiga dalam keluarga Kim yang telah menguasai negara ini sejak Perang Korea. Negara ini, yang terisolasi dari sebagian besar dunia internasional, memiliki sedikit hubungan dengan agama secara umum, dan kebebasan beragama sangat dibatasi oleh pemerintah.

Islam, seperti agama lainnya, tidak memiliki pengaruh besar di Korea Utara. Di negara ini, ideologi Juche, yang digagas oleh pendiri negara Kim Il-sung, mendominasi kehidupan sosial, politik, dan keagamaan. Negara ini dikenal dengan sikapnya yang sangat sekuler dan bahkan atheistik, dengan pemerintah yang berusaha mengendalikan dan mengawasi semua aspek kehidupan warga negara, termasuk agama. Namun, meskipun ada sedikit bukti konkret tentang hubungan langsung Kim Jong Un dengan Islam, ada beberapa hal yang dapat dikaji terkait sikapnya terhadap agama ini, terutama dalam konteks kebijakan domestik dan internasional Korea Utara.

Islam di Korea Utara: Sejarah dan Keberadaan

Korea Utara sendiri memiliki sejarah yang sangat terbatas terkait dengan keberadaan Islam. Muslim pertama kali datang ke Korea pada awal abad ke-20, terutama di masa penjajahan Jepang di Korea (1910-1945). Sejumlah orang Muslim, terutama dari wilayah-wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Korea Selatan, datang ke Korea sebagai bagian dari komunitas buruh dan pedagang. Namun, pada saat pendirian negara Korea Utara pada tahun 1948, Islam seperti halnya agama-agama lain, tidak berkembang pesat di negara ini.

Setelah Korea Utara dibentuk, ideologi ateistik Juche yang dikembangkan oleh Kim Il-sung menjadi ideologi dominan. Agama-agama tradisional seperti Kristen, Buddha, dan Islam tidak memiliki ruang yang cukup untuk berkembang. Bahkan, pemerintah Korea Utara sangat ketat dalam hal kebebasan beragama. Pendirian tempat ibadah, baik itu gereja, masjid, atau kuil, sangat terbatas, dan semua kegiatan keagamaan diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Oleh karena itu, hampir tidak ada komunitas Muslim yang berkembang di Korea Utara, dan mereka yang ada berada di bawah pengawasan yang sangat ketat.

Sikap Kim Jong Un terhadap Agama secara Umum

Sebagai penerus Kim Il-sung dan Kim Jong Il, Kim Jong Un melanjutkan kebijakan otoriter dan sekuler yang sudah lama menjadi bagian dari negara ini. Meskipun tidak ada banyak informasi terbuka mengenai sikap Kim Jong Un terhadap Islam secara langsung, dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan di negara ini bahwa Islam, seperti agama-agama lain, dianggap sebagai sesuatu yang tidak memiliki tempat dalam sistem ideologi negara yang lebih besar.

Di bawah pemerintahan Kim Jong Un, Korea Utara terus mempertahankan kebijakan yang sangat ketat terhadap kebebasan beragama. Negara ini hanya mengakui beberapa bentuk agama yang sangat terbatas, dan bahkan itu pun dalam bentuk yang sangat terkendali dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Misalnya, di Pyongyang, ibu kota Korea Utara, ada sebuah gereja yang dibuka untuk tujuan diplomatik dan propaganda, tetapi gereja ini tidak memiliki jemaat yang aktif, dan kebebasan beragama tetap sangat dibatasi.

Islam dan Hubungan Internasional Korea Utara

Meskipun Islam tidak berkembang di dalam negeri, ada beberapa interaksi antara Korea Utara dan negara-negara Muslim di luar negeri, terutama terkait dengan hubungan diplomatik. Kim Jong Un, seperti pendahulunya, sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan internasional. Negara ini memiliki hubungan terbatas dengan beberapa negara Islam, terutama yang memiliki ketertarikan dalam menjalin hubungan dengan Korea Utara untuk tujuan politik atau ekonomi.

Misalnya, Korea Utara memiliki hubungan dengan beberapa negara Timur Tengah, termasuk Iran, Suriah, dan beberapa negara Teluk. Negara-negara ini, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seringkali menjalin hubungan dengan Korea Utara berdasarkan kepentingan politik dan ekonomi, bukan karena kedekatan agama. Dalam beberapa kasus, hubungan ini juga terkait dengan pertukaran teknologi, senjata, dan perdagangan, yang dapat melibatkan negara-negara dengan mayoritas Muslim yang memiliki kebijakan luar negeri yang independen dari negara-negara besar.

Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Kim Jong Un memiliki perhatian khusus terhadap Islam atau agama lainnya dalam konteks ini. Seringkali, hubungan dengan negara-negara Muslim tersebut lebih fokus pada kepentingan pragmatis dan diplomatik, tanpa melibatkan agenda agama.

Islam di Pyongyang dan Keberadaan Masjid

Meskipun Korea Utara sangat terbatas dalam hal kebebasan beragama, ada beberapa indikasi bahwa Islam memiliki sedikit keberadaan di Pyongyang, ibu kota Korea Utara. Pada tahun 2016, Korea Utara membangun kembali sebuah masjid yang terletak di Pyongyang, yang sudah lama tidak digunakan. Masjid ini awalnya dibangun pada masa pemerintahan Kim Il-sung pada tahun 1950-an untuk melayani pekerja migran asal Timur Tengah yang tinggal di Korea Utara pada masa itu. Setelah beberapa dekade tidak aktif, masjid ini dibuka kembali untuk tujuan tertentu.

Pembukaan kembali masjid ini bisa dilihat sebagai simbol diplomatik yang lebih besar dari Korea Utara, yang ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa mereka terbuka terhadap beberapa aspek kebebasan beragama, meskipun secara sangat terbatas dan dikendalikan dengan ketat. Namun, fakta bahwa masjid ini hanya melayani sedikit orang dan lebih berfungsi sebagai simbol diplomatik daripada tempat ibadah yang aktif menunjukkan bahwa pemerintah Korea Utara tetap mempertahankan kontrol ketat atas praktik keagamaan di negara tersebut.

Kebijakan Kim Jong Un terhadap Kebebasan Beragama

Sebagai pemimpin yang sangat otoriter, Kim Jong Un meneruskan kebijakan-kebijakan ayahnya dan kakeknya terkait dengan pembatasan kebebasan beragama. Kebijakan tersebut tidak hanya membatasi kebebasan dalam beragama, tetapi juga mengendalikan segala aspek kehidupan sosial dan politik warganya. Di Korea Utara, agama dianggap sebagai potensi ancaman terhadap ideologi negara, yang menekankan loyalitas mutlak terhadap kepemimpinan Kim dan negara.

Namun, ada beberapa laporan yang menyebutkan bahwa meskipun kebebasan beragama sangat dibatasi, umat Muslim yang tinggal di Korea Utara—meskipun sangat sedikit jumlahnya—dapat menjalankan ibadah mereka dengan sangat terbatas, dengan pengawasan ketat. Tentu saja, ini berbeda dengan kebebasan beragama yang ada di negara-negara lain, di mana umat Muslim dapat merayakan Ramadhan, melaksanakan ibadah haji, dan memiliki masjid yang aktif.

Kesimpulan

Sikap Kim Jong Un terhadap Islam di Korea Utara dapat dipahami dalam konteks kebijakan umum negara tersebut terhadap agama. Meskipun Korea Utara tidak melarang Islam secara eksplisit, pemerintah di bawah Kim Jong Un tetap mempertahankan kontrol yang sangat ketat atas segala bentuk kebebasan beragama, dengan menekankan bahwa ideologi negara Juche adalah ideologi utama yang harus diikuti oleh seluruh warganya. Islam, seperti agama-agama lainnya, tidak memiliki ruang yang signifikan dalam masyarakat Korea Utara.

Dengan sedikitnya jumlah Muslim di negara ini dan terbatasnya ruang bagi praktik keagamaan, tidak ada banyak perhatian atau kebijakan khusus terkait dengan Islam di bawah kepemimpinan Kim Jong Un. Hubungan luar negeri dengan negara-negara Muslim lebih berfokus pada kepentingan politik dan ekonomi, daripada isu keagamaan itu sendiri. Sebagai negara dengan sistem pemerintahan yang sangat tertutup, Korea Utara tetap menjaga agama di luar kehidupan publik dan memastikan bahwa kepercayaan yang ada tidak mengancam stabilitas politik yang dikuasai oleh keluarga Kim.

Comments

Popular posts from this blog

Pra - Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia - Kelas 9 (Semester Ganjil) - pertama

Soal PG + Uraian ASAS Bahasa Indonesia Kelas 9 Semester 1 Tahun 2024/2025 - Latihan ke-2