Gerakan Masyarakat " Adili Jokowi "



Oleh: SBS Valid

Berikut penjelasan lengkap mengenai Gerakan “Adili Jokowi”, berdasarkan informasi yang terverifikasi hingga Februari 2025:


Latar Belakang & Motif

  • Gerakan ini muncul sebagai luapan ketidakpuasan masyarakat terhadap dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang diduga dilakukan oleh Joko Widodo dan keluarganya. Pendapat ini dilontarkan oleh pengamat komunikasi politik M. Jamiluddin Ritonga, yang menyebut gerakan ini sebagai ekspresi dari predisposisi masyarakat yang sempat tertahan saat Jokowi berkuasa, dan kini terlepas menjadi “ledakan ekspresi” dengan tema “adili Jokowi” (Rmol.id, Riau Tribune).

Bentuk-Bentuk Aksi

  1. Unjuk rasa di berbagai wilayah

    • Jakarta (Jumat, 7 Februari 2025): Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) turun ke Polda Metro Jaya dengan sekitar 500 orang, menuntut penyelidikan atas dugaan pelanggaran di era Jokowi (LIPUTAN.CO.ID, Oposisi Cerdas).

    • Jawa Barat: Ratusan massa yang mengatasnamakan Masyarakat Tertindas Barat (Martin) menyampaikan tuntutan “Tangkap Jokowi” dan “Adili Jokowi” di depan Mapolda Jabar, termasuk oleh kelompok emak‑emak yang menutup separuh Jalan Soekarno-Hatta (Rmol.id, sancanews.id).

    • Jawa Timur:

      • Gerakan Arek Suroboyo aksi di depan Polda Jatim, Surabaya, dan

      • Aliansi Arek Ngalam (Aman) di Malang, menuntut penegakan hukum tegas terhadap Jokowi (Rmol.id, sancanews.id).

    • Solo (14 Februari 2025): “Gerakan Wong Solo Adili Jokowi” melakukan long march dari Stadion Sriwedari ke Mapolresta Solo. Meski diguyur hujan deras, mereka tetap gigih membawa poster dan bendera “Adili Jokowi” (Rmol.id, Riau Tribune).

    • Palembang, Tangerang, Banten: Aksi desa‑desa dengan spanduk “Adili Jokowi” juga muncul di beberapa titik di wilayah-wilayah tersebut (Rmol.id, Riau Tribune).

    • Makassar (GERASS – 7 Februari 2025): Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan (GERASS) melibatkan sekitar 2.000 massa, menuntut usut tuntas dugaan KKN dalam berbagai kasus seperti Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS), Bantuan Sosial (Bansos), TransJakarta, KONI, dan lainnya. Mereka menuntut Polri menjadi institusi yang independen dan menegakkan keadilan (persmalibratum.com).

  2. Viral di media sosial (X/Twitter)

    • Tagar #AdiliJokowi menduduki trending di X pada malam 12 Februari 2025. Puluhan ribu cuitan mendesak aparat penegak hukum bertindak terhadap Jokowi dan kroninya. Beberapa cuitan yang mencuat:

      “Sudah saatnya @jokowi diadili. Min @KPK_RI … #AdiliJokowi”
      “tuntutan #AdiliJokowi … bukan utk memecah belah … tapi untuk menegakkan hukum.”
      (LIPUTAN.CO.ID)

  3. Coretan & grafiti di ruang publik

    • Di beberapa kota di Pulau Jawa—seperti Surakarta (Solo), Yogyakarta, Surabaya, dan Malang—terdapat grafiti bertuliskan "Adili Jokowi" yang kemudian sebagian dihapus oleh aparat setempat (Wikipedia).


Kesimpulan & Tren Gerakan

  • Jangkauan geografis: Unjuk rasa berlangsung merata dari Jakarta, Jawa Barat, Jatim, Solo, hingga Sumatera dan Sulawesi. Hal ini menunjukkan gerakan akar rumput yang sangat meluas (Rmol.id, Riau Tribune, persmalibratum.com, LIPUTAN.CO.ID, Wikipedia).

  • Karakter aksi: Menariknya, tidak hanya anak muda atau organisasi mahasiswa, bahkan emak‑emak dan kelompok masyarakat umum turut aktif dalam mengusung spanduk dan menyuarakan tuntutan hukum terhadap Jokowi (Rmol.id, sancanews.id, LIPUTAN.CO.ID).

  • Potensi eskalasi: Menurut M. Jamiluddin Ritonga, semakin gerakan dibendung, justru militansinya bisa semakin menguat dan menyebar, hingga tujuan mengadili Jokowi dapat terwujud (Rmol.id, Riau Tribune, law-justice.co).


Respons Pemerintah Pusat

  • Istana Kepresidenan melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyatakan bahwa pemerintah terbuka terhadap kritik dan masukan konstruktif. Ia menegaskan bahwa dalam demokrasi, perbedaan pandangan merupakan hal yang wajar dan kritik bisa menjadi alat untuk memperbaiki kinerja pemerintahan detiknewsTempo.co.

  • Selain sikap terbuka ini, Presiden Jokowi sendiri merespons aksi di Solo (14 Februari 2025) secara santai. Ia menyebut unjuk rasa sebagai "ungkapan ekspresi", menunjukkan sikap hormat terhadap kebebasan berpendapat tapi tanpa memberi bobot politis lebih lanjut Kompas Regional.


Respons Aparat Penegak Hukum & Media

  • Terdapat anjuran dari pengamat politik, seperti Dedi Kurnia Syah, yang menyebut Gerakan “Adili Jokowi” sebagai “bom waktu”. Ia mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi agar memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum Rmol.id.

  • M. Jamiluddin Ritonga, analis komunikasi politik, juga menyarankan agar Polri merespons segera tuntutan ini, demi menjaga stabilitas politik di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, jika dibiarkan, gerakan ini bisa berdampak negatif terhadap stabilitas pemerintahan Rmol.id.


Kesimpulan Singkat

PihakRespons / Sikap
Istana / PemerintahTerbuka terhadap kritik; kritik dipandang sebagai masukan demokratis.
Presiden JokowiMenanggapinya santai sebagai ekspresi demokrasi, tanpa reaksi yang tegas.
Pengamat / AkademisiMendorong penegakan hukum untuk menenangkan keresahan masyarakat.
Polisi / Penegak HukumBelum ada tindakan konkret; hanya diimbau untuk merespons tuntutan tersebut.




Respons Pemerintah dan Presiden

1. Pemerintah Pusat dan Istana Presiden (Februari 2025)

  • Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyatakan bahwa pemerintah “terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap pemerintahan”, dan melihat kritik sebagai masukan konstruktif dalam demokrasi detiknews.

  • Presiden Jokowi sendiri dalam wawancara dengan Mata Najwa (12 Februari 2025) menyebut seruan “Adili Jokowi” sebagai “ungkapan ekspresi”, menyadari bahwa bisa karena kekecewaan pemilu atau frustrasi—dan menegaskan sikapnya sebagai wajar dalam negara demokrasi Pasundan Ekspres.

2. Sikap Figur Publik

  • Rocky Gerung, pengamat politik, menilai gerakan ini sebagai ekspresi sah kebebasan berpendapat dan bukan suatu tindak pidana. Menurutnya, seruan tersebut lahir dari keinginan masyarakat agar hukum berlaku adil untuk semua, termasuk mantan presiden Ayo Indonesiasuara.com.

  • Refly Harun, pakar hukum tata negara, menyebut bahwa tuntutan ini muncul bukan dari “sakit hati”, tetapi sebagai upaya mencari keadilan atas dugaan pelanggaran—termasuk potensi kecurangan pemilu dan kebijakan yang diduga mengutamakan kepentingan asing—dan bahwa setiap mantan presiden memang dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum jika ada bukti kuat Herald ID.


Respons Aparat Penegak Hukum

  • Beberapa pengamat, seperti M. Jamiluddin Ritonga, menilai bahwa respons polisi penting agar gerakan ini tidak meluas lebih jauh secara tidak terkendali. Ia memperingatkan bahwa jika dibiarkan, militansi gerakan bisa meningkat dan merambah ke daerah lain DEMOCRAZY NewsTajuk Nasional.

  • Data menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada penanganan hukum yang spesifik terhadap seruan “Adili Jokowi”, seperti penyelidikan resmi atau tindakan konkret oleh Polri—kecuali upaya pelacakan pelaku vandalisme dan coretan grafiti di beberapa kota detikcomKompasSIAGA INDONESIA NEWS.


Situasi dan Tren Publik

  • Aksi-aksi “Adili Jokowi” meluas ke berbagai daerah seperti Malang, Surabaya, Solo, Yogya, Jakarta, hingga Sumatera KompasSIAGA INDONESIA NEWSDEMOCRAZY News.

  • Coretan grafiti “Adili Jokowi” muncul di tembok–tembok kota, yang kemudian sebagian menuai kritik sebagai vandalism oleh PDIP, sementara Jokowi menanggapinya dengan santai detikcomPasundan Ekspres.

  • Ada juga kritik keras bahwa kebijakan Jokowi banyak mengabaikan prinsip demokrasi dan menguntungkan segelintir elit, dan bahwa gerakan ini adalah respons atas hal tersebut Rmol.id.


Tabel Ringkasan Respons

PihakTanggapan Utama
Istana / PemerintahTerbuka terhadap kritik; menganggap seruan sebagai ekspresi demokratis.
Presiden JokowiMenanggapi dengan santai; melihat isu sebagai aspirasi ekspresif masyarakat.
Pengamat PolitikRocky Gerung: bukan pidana, tetapi aspirasi hukum; Refly Harun: jika ada bukti, harus ditindaklanjuti.
Aparat KeamananPengamat minta respons cepat agar gerakan tidak meluas; sejauh ini belum ada tindakan hukum konkret.
Publik / MediaAksi meluas, coretan viral—PDIP menyebut vandalism, masyarakat menilai sebagai kritik kuat terhadap demokrasi.



Tanggapan DPR dan Legislatif

1. Aksi Mahasiswa Terhadap DPR (1 September 2025)

  • Pada 1 September 2025, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jabodetabek melakukan aksi di depan Gedung DPR RI. Aksi ini menyoroti sejumlah kritik, termasuk tuntutan untuk memakzulkan Gibran, serta mengadili Jokowi, terutama atas kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN), Omnibus Law, dan perampasan lahan yang dianggap mengabaikan rakyat dan memperkuat oligarki. Kritik juga ditujukan pada DPR, DPD, dan MPR yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.Koran Nusantara

2. Revisi UU TNI: Isu Transparansi Legislatif

  • Pada Maret 2025, DPR dan pemerintah mengadakan rapat Panja revisi UU TNI di Hotel Fairmont — bukan di gedung DPR — menyalakan kontroversi mengenai transparansi legislatif. Isu inti melibatkan potensi reemergensi dwifungsi TNI (keterlibatan militer dalam politik), yang dianggap berpotensi mengikis supremasi sipil. Wikipedia

  • Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, membela pemilihan lokasi rapat dengan menegaskan bahwa penyelenggaraan di hotel adalah praktik lama dan “bukan hal baru”.Wikipedia


Analisis Respons Legislatif Hingga Saat Ini

AspekKondisi Terkini
Tuntutan “Adili Jokowi”Belum ada respon atau inisiasi legislatif langsung dari DPR untuk menindaklanjuti gerakan tersebut; hanya sebagian aspirasi kritik diarahkan ke DPR dalam aksi massa (GMNI).
Kebijakan TransparansiRevisi UU TNI telah memicu kritik tentang kurangnya transparansi dan potensi penyimpangan dari prinsip demokrasi, meski DPR lewat Utut Adianto membela prosesnya.
Respons DPR ResmiMasih minim; aktor-aktor seperti DPR belum menjalankan fungsi pengawasan terhadap era pasca-Jokowi terkait isu “adili” secara konkret. Kritik publik tetap kuat, tetapi belum diterjemahkan menjadi tindakan legislatif formal.

Secara keseluruhan, hingga 2 September 2025 belum muncul langkah legislatif nyata seperti pembentukan pansus, penyelidikan resmi, atau debat DPR untuk merespons tuntutan "Adili Jokowi". Kritik lebih diarahkan pada transparansi legislasi serta tanggung jawab DPR atas fungsi pengawasan eksekutif, bukan penegakan hukum terhadap mantan presiden secara langsung.



1. Tanggapan DPR terhadap Gerakan "Adili Jokowi"

  • Hingga saat ini, belum ada langkah nyata dari DPR untuk menindaklanjuti tuntutan “Adili Jokowi”—dari segi legislatif maupun bentuk pekan khusus seperti pansus atau penyelidikan resmi—meskipun gerakan ini pernah muncul dalam berbagai bentuk unjuk rasa, seperti protes BEM SI di depan Istana diikuti oleh seruan pengadilan terhadap mantan presiden.Publica Newslaw-justice.co

  • Aksi-aksi seperti yang dilakukan oleh GMNI di depan DPR sempat menyoroti kegagalan lembaga ini dalam menunjukkan keberpihakan kepada rakyat—tuntutan hukum terhadap Jokowi bahkan ditembus ke ranah penegakan hukum.Koran Nusantara


2. Hubungan dengan Isu RUU TNI & Kritik Legislatif

  • Protes luas yang menolak revisi UU TNI (#TolakRUUTNI) memunculkan kritik terhadap mekanisme DPR yang memproses RUU tersebut secara tertutup—termasuk panja DPR yang melakukan pertemuan di Hotel Fairmont, menjauh dari transparansi publik.Wikipedia+1

  • Meskipun sempat menuai kecaman dari kelompok masyarakat sipil, DPR membela praktek tersebut dengan argumentasi bahwa penggunaan hotel sebagai tempat rapat bukanlah hal baru.Wikipedia


3. Protes August 2025: Tekanan Publik dan Tanggapan DPR

  • Gelombang protes pada Agustus 2025 meledak setelah publik mengetahui tunjangan perumahan anggota DPR mencapai Rp50 juta per bulan—sekitar sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta.AP NewsThe GuardianWikipedia

  • Massa semakin marah ketika Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan polisi saat demonstrasi. Aksi ini memperluas tuntutan: selain hentikan tunjangan fiktif, ada tuntutan reformasi Polri hingga pemakzulan pejabat penegak hukum.AP NewsThe GuardianThe Washington Post

  • Presiden Prabowo Subianto bereaksi dengan serius: mengumumkan penghapusan tunjangan perumahan parlemen, penangguhan perjalanan luar negeri anggota DPR, dan penyelidikan terhadap insiden kematian Affan.PoliticoReutersThe GuardianAP News

  • Kritik terhadap DPR juga datang dari protes mahasiswa dan influencer, yang merilis “17+8 Tuntutan Rakyat”—termasuk pembekuan tunjangan DPR, pelepasan protes yang ditahan, reformasi militer sipil, dan transparansi lembaga legislatif.Wikipedia


Ringkasan Perbandingan Periode

PeriodeTanggapan DPR / Legislatif
Feb–Mar 2025Tidak ada respons langsung terhadap tuntutan “Adili Jokowi”; RUU TNI diproses tertutup di hotel, mengundang kritik.
Agustus 2025Protes meluas atas tunjangan DPR, hukum keras dilayangkan, namun DPR belum ambil langkah struktural; Presiden bereaksi dengan penghapusan tunjangan.

Kesimpulan

Meskipun DPR dikritik keras terkait beberapa gerakan—seperti protes “Adili Jokowi” dan revisi UU TNI—sampai 2 September 2025 belum terlihat aksi legislatif formal seperti pansus atau rapat dengar pendapat terbuka yang merespons tuntutan tersebut. Sorotan lebih diarahkan ke transparansi, kesejahteraan elemen rakyat, dan reformasi struktural. Di sisi lain, pemerintah bereaksi cukup cepat ketika protes menyasar DPR secara luas dalam isu tunjangan—sebuah tekanan politik yang belum berdampak langsung ke masalah “adili”.

Comments

Popular posts from this blog

Soal PG + Uraian ASAS Bahasa Indonesia Kelas 9 Semester 1 Tahun 2024/2025 - Latihan ke-2

Pra - Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia - Kelas 9 (Semester Ganjil) - pertama