Korupsi Sesungguhnya Sudah Dimulai dari Keluarga dan Sekolah
Oleh: SBS Valid
Korupsi merupakan salah satu masalah utama yang menghambat kemajuan sebuah negara. Di Indonesia, korupsi sudah menjadi isu yang sangat serius, bahkan kerap disebut sebagai budaya yang sulit diberantas. Namun, banyak orang berpikir bahwa korupsi hanya terjadi di tingkat atas — dalam pemerintahan, lembaga negara, atau perusahaan besar. Padahal, akar dari korupsi tidak tumbuh secara tiba-tiba. Sesungguhnya, budaya korupsi sudah dimulai dari lingkungan paling dasar dalam kehidupan manusia, yaitu keluarga dan sekolah.
Korupsi Bukan Sekadar Masalah Uang
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami bahwa korupsi tidak melulu soal uang. Korupsi adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang demi keuntungan pribadi atau kelompok, bisa berupa uang, jabatan, perlakuan istimewa, bahkan manipulasi informasi. Maka dari itu, perilaku-perilaku kecil seperti berbohong, manipulatif, mencari jalan pintas dengan mengorbankan keadilan, atau tidak jujur dalam tanggung jawab, semuanya bisa dikategorikan sebagai bibit-bibit korupsi.
Keluarga: Sekolah Pertama Kehidupan
Keluarga adalah tempat pertama di mana seseorang belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Di sinilah karakter dasar seorang anak dibentuk. Namun, tanpa disadari, banyak orang tua justru menanamkan nilai-nilai yang bertentangan dengan integritas. Berikut adalah beberapa contoh nyata bagaimana korupsi bisa tumbuh dari dalam keluarga:
1. Contoh Tidak Jujur dari Orang Tua
Anak-anak sangat peka dan mudah meniru perilaku orang tuanya. Ketika orang tua mengatakan kepada anak, “Bilang saja Ayah tidak ada di rumah,” saat ada tamu yang datang, anak belajar bahwa berbohong itu boleh demi kenyamanan pribadi. Ini adalah bentuk manipulasi kecil yang bisa mengakar kuat dalam pola pikir anak.
2. Membiasakan Anak Menyogok
Misalnya, ketika anak tidak naik kelas, orang tua mencoba “mengatur” guru dengan memberikan bingkisan mahal agar anaknya diluluskan. Alih-alih mengajarkan anak untuk belajar dari kesalahan, orang tua justru mengajari bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan uang. Ini adalah bentuk gratifikasi — salah satu unsur utama dalam tindak pidana korupsi.
3. Menanamkan Pola Pikir Jalan Pintas
Anak sering diajarkan bahwa yang penting adalah hasil, bukan proses. Orang tua hanya memuji ketika anak mendapat nilai tinggi, tanpa peduli bagaimana proses belajarnya. Akibatnya, anak terdorong untuk melakukan apa pun agar bisa mendapatkan hasil terbaik — termasuk menyontek atau memanipulasi data.
4. Tidak Mengajarkan Tanggung Jawab
Jika orang tua selalu membela anak ketika salah dan menyalahkan pihak lain (guru, teman, sistem), anak akan tumbuh tanpa rasa tanggung jawab. Ia belajar bahwa ia tidak perlu bertanggung jawab atas kesalahan karena akan selalu ada “jalan keluar” yang bisa diatur.
Sekolah: Lembaga Pendidikan yang Bisa Jadi Ladang Pembentukan atau Perusakan Karakter
Sekolah seharusnya menjadi tempat anak belajar tentang kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, dan nilai-nilai moral lainnya. Namun, tidak sedikit sekolah yang justru menjadi tempat tumbuh suburnya praktik-praktik korupsi kecil yang dianggap “biasa”. Berikut adalah beberapa contohnya:
1. Menormalisasi Mencontek
Mencontek saat ujian sering kali dianggap hal biasa, bahkan “boleh asal tidak ketahuan”. Lebih parah lagi, kadang guru membiarkan praktik ini terjadi. Dalam beberapa kasus, siswa bahkan berbagi kunci jawaban sebagai bentuk “kerja sama”. Padahal, ini adalah bentuk ketidakjujuran yang menjadi fondasi dari tindakan korupsi yang lebih besar di masa depan.
2. Jual Beli Nilai
Ada praktik di mana nilai siswa bisa dinaikkan dengan “imbalan” tertentu, seperti memberikan hadiah kepada guru atau ikut les privat dengan guru tersebut. Ini menciptakan ketidakadilan di antara siswa, dan membentuk pemikiran bahwa prestasi bisa dibeli, bukan diperoleh melalui usaha.
3. Korupsi di Lingkungan Sekolah
Tidak sedikit juga kepala sekolah atau staf administrasi yang menyalahgunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk kepentingan pribadi. Dana yang seharusnya digunakan untuk fasilitas siswa, pembelian buku, atau renovasi kelas malah digunakan untuk membeli barang pribadi atau di-mark up anggarannya. Ketika hal ini diketahui oleh guru atau siswa namun dibiarkan, artinya lembaga tersebut turut menormalisasi korupsi.
4. Diskriminasi dalam Perlakuan
Jika sekolah memperlakukan siswa berbeda karena latar belakang ekonomi, jabatan orang tua, atau hal-hal non-akademis lainnya, ini bisa mengajarkan anak bahwa status sosial bisa membeli perlakuan istimewa. Ini sangat dekat dengan praktik nepotisme dan kolusi di dunia nyata.
Dampak Jangka Panjang: Generasi Tanpa Integritas
Ketika anak-anak tumbuh di lingkungan keluarga dan sekolah yang membiarkan — bahkan mengajarkan — praktik-praktik koruptif, mereka akan terbiasa dengan pola pikir bahwa “yang penting hasil, bukan proses”, atau “asal bisa lolos, apa pun sah-sah saja”. Ini adalah benih dari korupsi dalam skala yang lebih besar.
Orang yang terbiasa menyontek akan terbiasa memanipulasi data di tempat kerja. Yang terbiasa menyogok guru untuk naik kelas akan mudah menyuap pejabat untuk mendapatkan proyek. Yang terbiasa melihat dana sekolah disalahgunakan akan menganggap hal itu sebagai kewajaran ketika ia sendiri memegang kekuasaan.
Pencegahan: Harus Dimulai dari Diri dan Lingkungan Terdekat
Mencegah korupsi tidak bisa hanya dengan penindakan atau hukuman berat. Pencegahan yang paling efektif adalah melalui pembentukan karakter sejak dini, terutama di dua tempat utama: keluarga dan sekolah.
Apa yang bisa dilakukan keluarga?
-
Memberi teladan hidup jujur dan bertanggung jawab.
-
Tidak mengajarkan kebohongan atau cara-cara manipulatif kepada anak.
-
Mengajarkan pentingnya proses, bukan hanya hasil.
-
Mengakui kesalahan dan mendorong anak untuk belajar dari kegagalan.
Apa yang bisa dilakukan sekolah?
-
Menciptakan sistem pendidikan yang adil dan transparan.
-
Memberi penghargaan pada proses, bukan hanya nilai akhir.
-
Memberantas praktik-praktik ketidakjujuran, sekecil apa pun.
-
Mendidik guru agar menjadi teladan dalam integritas.
Kesimpulan
Korupsi bukanlah tindakan yang muncul secara tiba-tiba ketika seseorang memiliki jabatan tinggi atau wewenang besar. Ia adalah hasil dari pembiasaan terhadap tindakan-tindakan kecil yang tidak jujur, manipulatif, dan tidak bertanggung jawab yang dimulai dari keluarga dan sekolah. Oleh karena itu, jika kita benar-benar ingin memberantas korupsi di Indonesia, kita harus mulai dari pembenahan nilai dan pendidikan karakter di rumah dan di sekolah. Tanpa itu, penegakan hukum saja tidak akan cukup.
Nama=asyla naila alifa khumairah
ReplyDeleteKelas = 9B
ABSEN =4
Apa yang bisa dilakukan keluarga?
Warga dapat melakukan berbagaj kegiatan, termasuk
1. Bergotong royong untuk kebersihan dan keamanan lingkungan, berpartisipasi dalam kegiatan komunitas seperti kerja bakti atau peringatan hari besar, serta menjaga kerukunan, kejujuran, dan saling membantu antarwarga.
Aktivitas warga dalam lingkungan sosial dan komunjtas
1 gotong royong
2 menjaga kemanan dan ketertiban
3 berpartisipasti dalam acara komunitas
4 saling membantu dan menjenguk tentangga
5 membantu dan bergabung dengan komunitas
Aktivitas warga sebagai warga negara
•membayar pajak
• menaati hukum dan peraturan
•berpartisipasi dalam demokrasi
•mengikuti bela negara
Kewajiban dan hak warga negara
1 kewajiban
2 hak
Apa yang bisa dilakukan sekola?
Sekola dapat
1 memberikan pendidikan akademik, mengajarkan keterampilan sosial dan emosional, mengembangkan bakat dan minat siswa melalui kegiatan eksrakurikuler, serta menanamkan nilai - nilai moral dan budaya positif seperti kedidiplinan dan rasa hormat.
Berikut adalah rincian hal - hal yang dapat dilakukan sekola:
Pengembabgan akademik dan keterampilan
1 memberikan pendidikan dan pengajaran
2 mengembangkan keteramoilan
3 menyediakan kegiatan
Pembentukan kakter dan kesejahteraan
Siswa
1 menanamkan nilai moral dan budaya positif
2 membangun keterampilan sosial dan emosional
3 menciptakan lingkungan yang nyaman
4 mengembangkan ketahan (resiliensi)
Kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan bakat
1 menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler
2 mengadakan acara - acara sepertu pekan olahraga dan seni
Peran sekola dalam masyarakat
•MENYIAPKAN SISWA
•MSNCIPTAKAN IKLIM SEKOLA YANG POSITIF DAN INKLUSIF
•MENDORONG SISWA UNTUK BELAJAR BERGAUL